
NKRI Harga Mati, Sunda Harga Diri
Kasus Arteria Dahlan sepertinya belum mereda, aksinya yang
dianggap rasis terhadap Kejati menuai kecaman dari warga Jawa Barat.
Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, Arteria
menyinggung soal penggunaan Bahasa Sunda seorang Kejati ketika rapat. Katanya,
penggunaan Bahasa Sunda itu dianggap menyakiti dan ia bilang "ini
Indonesia". Bahkan ia menyarankan agar Kejaksaan Agung menindak
tegas/mencopot Kejati tersebut.
Atas tingkahnya yang tidak mencerminkan anggota "Dewan
yang terhormat", banyak tokoh Jawa Barat yang menyuruh Arteria meminta
maaf kepada masyarakat Sunda, termasuk Emil dan Uu, tapi sampai saat ini
Arteria Dahlan tidak bergeming.
Kita tunggu saja apa yang akan terjadi dengan Arteria
Dahlan, karena reaksi "kemarahan" dari masyarakat Sunda terus
mengalir.
Di balik itu semua, sebetulnya kejadian ini dapat menggugah kita
tentang pentingnya penggunaan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari.
Kita bisa menyoroti penggunaan bahasa Sunda dilingkungan
keluarga (orang Sunda) yang sudah hampir tergerus. Mulai dari keluarga yang
biasa-biasa hingga kalangan menengah ke atas. Dalam kesehariannya, mereka malah
banyak menggunakan bahasa Indonesia ketimbang bahasa Sunda.
Namun, bukan berarti kita mempertentangkan keduanya. Bahasa
Sunda sebagai bahasa Ibu, tentu harus mendapatkan porsinya, harus diutamakan
dalam pergaulan atau berkomunikasi antar anggota keluarga.
Bukan berarti pula, penggunaan Bahasa Indonesia di
lingkungan keluarga itu tidak boleh. Silakan berbahasa Indonesia, tapi jangan
sampai menggantikan posisi bahasa Sunda sebagai bahasa Ibu.
Selain itu, sering juga saya mengalami ketika harus jajan di
kaki lima atau pedagang asongan, tiba-tiba saya dipanggil "Om". "Batagor
nya mau berapa porsi Om?", kata si Mamang. Terus terang saya risih, karena
lebih nyaman dipanggil “Kang” atau “Aa” ketimbang "Om" atau "Bos".
Nah, kejadian seperti ini sudah lazim kita temukan di
masyarakat. Penggunaan bahasa Sunda sebagai bahasa Ibu khawatir semakin lama
semakin tergerus. Makanya gerakkan "ngamumule bahasa jeung budaya
Sunda" harus terus disuarakan. Seperti di instansi pemerintahan
"Kemis Nyunda" harus diapresiasi dan ditingkatkan.
Sekali lagi bukan berarti kita alergi dengan Bahasa Indonesia. Jangan
diragukan lagi, orang Sunda itu cinta Bahasa Indonesia. Bagi masyarakat Sunda, NKRI
harga mati dan Sunda adalah harga diri. ***
Penulis: Eri Fauzi Rahman
(admin)
0 Komentar